Terapi Wicara

Definisi Disaudia

Disaudia

Disaudia merupakan jenis gangguan bicara akibat adanya gangguan pendengaran yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk menerima dan mengolah intensitas, nada, kualitas bunyi bicara. Input yang diterima penderita tidak sempurna bahkan mungkin salah. Keadaan ini menyebabkan kesalahan pembentukan konsep bicara. Akibat adanya hambatan untuk menerima bunyi lingkungan dan kesalahan dalam pembentuan konsep bicara, akan mempengaruhi perkembangan dan kemampuan aspek-aspek bahasa, suara, dan irama kelancaran (Setyono, 2000).

Etiologi
Ada dua penyebab gangguan pendengaran berdasarkan topis yaitu adanya lesi pada saluran telnga bagian luar saluran pendengaran atau bagian tengah telinga dan adanya lesi pada bagian dalam telinga atau susunan syaraf kedelapan atau lebih dikenal dengan tuli sensorineural. Gangguan pendengaran juga bisa terjadi akibat masalah struktur, genetik, keracunan obat, ineksi, dan sindrome penyakit. Kebanyakan penyebab yang terjadi pada anak-anak adalah radang telinga tengah. Penyebab gangguan pendengaran secara sensori bisa disebabkan karena kekurangan oksigen saat proses kelahiran, rubella, cmv, toxoplasma, sipilis, dan keracunan obat yang dikonsumsi ibu saat mengandung (Reed, 2001)

Karakteristik
Secara umum penderita disaudia memiliki kesalahan artikulasi. Terdapat kesalahan dalam penggunaan fonasi yang berhubungan dengan artikulasi, intensitasnya makin lama makin berkurang, nadanya cenderung tinggi, dan seringkali terjadi perubahan nada secara tiba-tiba. Penggunaan kata-kata terbatas, pembendaharaan kata terbatas, pembendaharaan bahasa relatif kurang baik terutama untuk objek-objek abstrak. Struktur kalimatnya sederhana, seringkali teradi kesalahan dala penggunaan kata dalam kalimat.
Adanya kesalahan dalam segi artikulasi, kesulitan fonasi dan keterbatasan perbendaharaan bahasa menyebabkan irama bicaranya kurang baik, kelancaranya terganggu. Selain itu penderita juga mengalami kesulitan dalam prosodi. Sebagai kompensasi atas kesulitan bicara penderita disaudia sering menggunakan bahasa isyarat atau sikap tubuh dalam berkomunikasi dengan orang lain di lingkunganya (Setyono, 2000)
Adapun klasifikasi untuk gangguan pendengaran adalah sebagai berikut meliputi mild lost 25-40 db, moderate lost 40-55db, moderate to severe 55-70 db, severe 70-90 db, profound 90 db lebih (Reed, 2001).
Penderitan disaudia pada umumnya mengalami gangguan pendengaran cenderung bersuara monoton dan bernada tinggi, ia tidak mengenal lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat penegasan, makna tanda seru dalam kalimat. Umumnya anak dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya. Namun tidak semua lawan bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi secara global terganggu (Slb Pembina Malang, 2008).

Prevalensi
Cukup sulit utk mengetahui secara pasti jumlah orang yg mengalami gangguan pendengaran, namun dari tes screening auditory yg dilakukan disekolah2 dasar di Amerika maka dapat diketahui bahwa di setiap negara terdapat 5 – 10 % anak yg mengalami gangguan pendengaran, bahkan mencapai jumlah yang cukup besar ( mencapai 30 persen ) terdeteksi menagalami gangguan pendengaran. Ini dapat ditentukan bahwa gangguan pendengaran di setiap negara ada 200.000 orang yang mengalami gangguan pendengaran dan 15.000.000 individu dengan kemampuan pendengaran yang rendah (Riper, 1984 )
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan, berdasarkan survei Multi Center Study di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia menderita gangguan pendengaran dan 75 juta , 140juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara
Sekitar 4.000-5.000 bayi lahir tuli setiap tahun. Dari survei kesehatan indera diketahui bahwa 0,4% penduduk Indonesia menderita ketulian dan 16,8% penduduk Indonesia menderita gangguan pendengaran. Menteri kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan diperkirakan setidaknya sekitar 4 juta penduduk Indonesia tak dapat mendengar dengan baik. Sekitar 3,1% dari mereka menderita gangguan karena infeksi telinga tengah yang antara lain juga disebabkan paparan asap rokok pada anak-anak. 0,1% tuli karena obat toksik dan 2,6% tuli karena usia lanjut. 0,3% menderita ketulian karena terpapar kebisingan. (Depkes, 2008)

Prognosis
Seseorang dengan gangguan pendengaran yang ringan masih memiliki kemampuan pendengaran yang tergantung pada sinyal auditori yang diterima sebagai dasar terbentuknya suatu informasi. Hal ini memungkinkan seorang dengan gangguan pendengaran ringan masih bisa tertolong dengan menggunakan alat bantu dengar. Hal tersebut dapat memungkinkan bertambahnya informasi dari luar, tergantung pula kemampuan dirinya dalam menyimpulkan sinyal akustik langsung, dimana sisa gerakan amplitude dan frekuensi yang tidak cukup untuk sebuah pengertian yang adekuat dari sebuah pesan atau informasi.
Jika gangguan pendengarannya sangatlah serius akan terjadi kegagalan dalam menerima sinyal yang cukup untuk sebuah pemahaman. Dalam kasus yang berat proses rehabilitasi dari fungsi pendengaran yang dihasilkan dari proses amplification sangatlah sedikit sekali informasi tambahan yang diterima. Tetapi pendekatan yang alamiah untuk rehabilitasi gangguan pendengaran menekankan bahwa rehabilitasi pada gangguan pendengaran tidak merubah struktur pemulihan suatu program. Hanya relative emphasize akan menjadi penempatan dalam latihan auditori dan visual yang dapat memberi perubahan (Sanders, 1971).



Sabtu, 09 Agustus 2008
Terapi wicara merupakan profesi yang menangani gangguan bicara yang dialami oleh anak-anak dan dewasa, satu-satunya sekolah terapi wicara negri di indonesia ada di surakarta tepatnya di jalan adi sumarmo tohudan colomadu jawa tengah. Silahkan anda bergabung dengan kami di sini. politeknik kesehatan surakarta prodi D-III terapi wicara.
yang siap bekerja di dunia kesehatan





Tenaga Terapi Wicara


Nama : Dwi Maryono, Amd.TW
Alamat : Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur
Usia : 25 tahun ( pada januari 2010 )
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat Pendidikan : SDN TawangRejo II 1997 lulus dan berijazah
SLTPN 3 Ngrambe 2000 lulus dan berijazah
SMUN 2 Ngawi 2003 lulus dan berijazah
POLTEKKES SURAKARTA 2009 lulus dan berijazah

Motivasi : Melayani pasien gangguan bahasa dan bicara dimana saja
dan kapan saja
e-mail : mario_setira@yahoo.co.id
Facebook : Mario Van Bashtern
Phone : 08995327277

NOTE :
1. Siap bekerja sebagai TERAPIS WICARA
2. Siap bekerja di rumah sakit yang membutuhkan
3. Melayani pasien dengan sepenuh hati
4. Siap bekerja sama dengan jujur